Lompat ke isi utama

Berita

Melawan Politik Transaksional : Analisis Mahasiswa Magang Terhadap Impersonalitas Bawaslu Kota Surabaya Berdasarkan Prinsip Max Weber

#

Presentasi Mahasiswa magang tentang Birokrasi Bawaslu dalam Ujian Rasional Legal Max Weber di ruang rapat Bawaslu Kota Surabaya, Rabu (3/12/2025)

Surabaya - Pada Rabu (3/12/2025), telah dilaksanakan sebuah diskusi yang melibatkan seluruh mahasiswa magang dan staf sekretariat Bawaslu Kota Surabaya. Kegiatan ini bertujuan untuk menganalisis posisi dan tantangan yang dihadapi oleh Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu di Indonesia. Diskusi ini mengangkat perspektif teori birokrasi rasional-legal dari Max Weber, yang menjadi dasar pemahaman mengenai struktur dan prinsip kerja Bawaslu. Melalui kegiatan ini, peserta diharapkan mampu memahami dinamika internal dan eksternal yang memengaruhi independensi dan profesionalisme lembaga pengawasan tersebut.

Dalam narasi tersebut, ditegaskan bahwa Bawaslu dibangun di atas fondasi hukum yang kokoh berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017. Struktur organisasi Bawaslu juga mengadopsi model hierarkis yang menegaskan prinsip impersonalitas, yang bertujuan untuk menjaga independensi dan objektivitas dalam menjalankan tugas pengawasan pemilu. Prinsip impersonalitas ini menjadi landasan utama agar proses pengawasan berjalan adil dan profesional, tanpa adanya pengaruh dari kepentingan politik tertentu. Dengan demikian, Bawaslu berusaha menerapkan model birokrasi rasional-legal secara optimal demi menegakkan keadilan dan memastikan kepastian hukum dalam setiap tahapan pemilu.

Namun, di balik prinsip ideal tersebut, Bawaslu menghadapi berbagai tantangan yang cukup kompleks. Salah satu tantangan utama adalah tekanan dari politik karismatik dan politik transaksional yang seringkali mengganggu netralitas lembaga ini. Kasus konser yang melibatkan pengaruh tokoh tertentu menjadi salah satu contoh nyata dari tekanan eksternal terhadap independensi Bawaslu. Selain itu, praktik-praktik transaksional internal, seperti politik uang dan patronase, juga merusak prinsip meritokrasi dan impersonalitas, yang seharusnya menjadi landasan birokrasi rasional-legal. Fenomena ini menunjukkan bahwa Bawaslu harus tetap waspada terhadap pengaruh politik yang dapat melemahkan fungsi pengawasannya.

Lebih jauh lagi, model birokrasi rasional-legal yang dianut Bawaslu memiliki kelemahan berupa rigiditas dan minimnya ruang diskresi. Keterbatasan ini menjadi kendala dalam merespons modus kecurangan yang semakin berkembang, terutama di era digitalisasi. Praktik kecurangan yang canggih dan dinamis menuntut adanya inovasi dalam sistem pengawasan dan peraturan yang lebih adaptif. Oleh karena itu, aspek pembaruan aturan dan penguatan kapasitas internal sangat penting agar Bawaslu mampu menanggapi tantangan baru secara efektif, menjaga integritas, dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan.

Dengan keberanian untuk menegakkan prinsip dan melakukan pembaruan sistem internal, Bawaslu diharapkan mampu menjaga efektivitas dan independensinya dalam mengawasi proses pemilu. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan penguatan regulasi menjadi langkah strategis dalam menghadapi dinamika politik yang semakin kompleks. Melalui langkah-langkah tersebut, Bawaslu dapat memperkuat fondasi demokrasi Indonesia dan memastikan bahwa proses pemilihan umum berlangsung secara adil, transparan, dan bebas dari politik transaksional. Dengan demikian, lembaga ini akan tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi di tanah air.

Penulis : Debbie

Foto : Rengga